Dan belakangan ini, sejak tahun 1962 seorang veteran Jepang kembali ke Indonesia serta mendirikan pabrik yang mengolah bahan baku makanan favorit di Jepang " kentang Konyaku" atau konjac. Di Jepang sendiri sejak tahun 1963, para pedagang yang menyediakan bahan baku umbi ini bergabung dalam Asosiasi Konnyaku Jepang, yang tugasnya menjamin ketersediaan pasokan umbi ini untuk bahan pangan di Jepang. Di Jepang sendiri bahan makanan ini sangat populer, dalam bentuk 3 produk turunan: shirataki kering, shirataki basah, dan konyaku. Yang disebut pertama persis mi; konyaku seperti tahu. Untuk membuat penganan itu, umbi porang dan iles-iles dicuci bersih dan diiris tipis-tipis sekitar 0,5 cm. Setelah kering ketebalannya menjadi hanya 0,2 cm dibikin tepung yang disebut glukomannan . sedang di Pulau Jawa bahan bakunya yaitu umbi Iles-iles itu tadi yang kemudian dikenal variannya dengan umbi porang, tumbuh liar di hutan sejak ribuan tahun lalu. Belum pernah ada penelitian yang menyebutkan besar maksimal umbi ini, karena sifatnya yang seperti umbi-umbian lain, jika daun dan batangnya tidak muncul, maka keberadaan umbinya tidak akan diketahui.
Budidaya umbi ini di Jepang dilakukan secara intensif, bahkan khusus ditanam di area tertentu dengan pengawasan khusus pula.Pemanfaatan umbi ini oleh penduduk Indonesia, dikenal sejak jaman dulu, di Jawa dikenal dengan nama "Iles-iles" di Sunda dikenal dengan "Ileus", namun jarang dipakai sebagai bahan makanan karena efek sampingnya, yaitu bila umbi kupas terkena air dan langsung bersentuhan dengan kulit akan terasa gatal. Oleh sebab itu pada jaman jepang - sulit mendapatkan bahan makanan- iles-iles jadi sumber pangan selain umbi gadung dan umbi-umbi asli lokal lainnya.
Di Jepang makanan berbahan dasar konjac ( iles-iles ) sangat popular, mungkin aroma "aneh" seperti ikan asin itu yang membuat mereka suka pada umbi ini, harganya juga luar biasa mahal, salah satu penjual online menawarkan "kentang konyaku" kemasan dengan harga 1 kg = 1.115 Yen ..waw.......
Yang mengejutkan, di tempat asalnya - madiun - umbi iles-iles basah dihargai tidak lebih Rp.800 - Rp 1000,- dari petani yang mengumpulkan umbi itu dari hutan yang dikelola Departemen Kehutanan, ..keterlaluan..
jenis di jepang beda dgn kita, memang bisa cuman diberi larutan kapur, terus dicetak. punya kita ngak bisa, harus dicuci berulang-ulang utk membuang kristal kalsium oksalatnya. krn gatal dan bisa bikin gagal ginjal. Jadi pengolahannya hrs baik. saya masih juga meneliti, agar prosesnya lebih murah, sudah bisa sih tdk gatal, namun krn ada aspek bisnisnya mhn maaf ngak bisa nulis scr terbuka. prosesnya masih mahal. semoga kita bs ngalahkan Jepang. mrk sdh minta saya 15 ton/bulan, saya blm bisa juga ekspor ke mrk. wass
BalasHapusMakasih sudah mampir Prof,
BalasHapussemoga risetnya berhasil..amin