Pak Menteri satu ini sudah lama saya amati sejak masih aktif di jawapos Group, dari menghindar jemputan protokoler oleh kepala daerah- berbaur dengan penumpang lainnya, artikel-artikelnya di harian jawapos selalu tampil dengan gaya mengalir, dan selalu mengejutkan di akhir paragraf- ciri khasnya. Apabila kekayaan orang Indonesia diukur dengan banyaknya tulisan yang dihasilkan, bukan tidak mungkin beliau akan muncul di urutan-urutan paling atas, betul itu!
Dan jika belakangan ini banyak diliput media, bagi beliau itu sudah lumrah, sudah biasa, dilakukannya , terobosannya memotong birokrasi dan mempersingkatnya manjadi lebih sederhana ibarat seorang pembersih selokan. Memakai sebuah tongkat kayu - menghadapi sebuah selokan mampet mencari sumber kebuntuan dan dengan santai menguraikannya, sesederhana itu.
Salah satu yang fenomena ialah waktu menjabat di perusahaan BUMN Energi, beliau menghapus kunjungan kerja rapat dari eselon paling atas sampai daerah, dang menggantikannya dengan pertemuan via teleconference, grup BBM, serta email. bayangkan berapa anggaran yang dihemat untuk biaya Perjalanan Dinas - dan itu hanya untuk satu hal saja. Saya kagum dengan tindakannya yang tak banyak komentar- tapi langsung memberi dampak luar biasa pada hal yang disentuhnya.
Saya membayangkan bila apa yang dilakukannya ttg biaya perjalanan dinas itu JUGA DILAKUKAN PADA semua jajaran Pemerintah Daerah-Kota-Propinsi dan Pusat. Kementerian Dalam Negeri bisa malu hati itu..hehe..
Perjalanan sakitnya - yang berbuah buku berjudul " Ganti Hati" yang dikarangnya dalam dua bahasa Indonesia dan Tionghoa, menarik untuk dibaca. Selain itu buku " Pelajaran dari tiongkok " juga adalah kumpulan artikel-artikelnya selama berada di sana.Dan jika belakangan ini banyak diliput media, bagi beliau itu sudah lumrah, sudah biasa, dilakukannya , terobosannya memotong birokrasi dan mempersingkatnya manjadi lebih sederhana ibarat seorang pembersih selokan. Memakai sebuah tongkat kayu - menghadapi sebuah selokan mampet mencari sumber kebuntuan dan dengan santai menguraikannya, sesederhana itu.
Salah satu yang fenomena ialah waktu menjabat di perusahaan BUMN Energi, beliau menghapus kunjungan kerja rapat dari eselon paling atas sampai daerah, dang menggantikannya dengan pertemuan via teleconference, grup BBM, serta email. bayangkan berapa anggaran yang dihemat untuk biaya Perjalanan Dinas - dan itu hanya untuk satu hal saja. Saya kagum dengan tindakannya yang tak banyak komentar- tapi langsung memberi dampak luar biasa pada hal yang disentuhnya.
Saya membayangkan bila apa yang dilakukannya ttg biaya perjalanan dinas itu JUGA DILAKUKAN PADA semua jajaran Pemerintah Daerah-Kota-Propinsi dan Pusat. Kementerian Dalam Negeri bisa malu hati itu..hehe..
" Tiongkok bertumbuh dengan sangat fantastis dan sangat baik apabila Indonesia mempelajarinya. Inilah kira-kira pesan yang hendak disampaikan oleh Dahlan Iskan, . Dahlan Iskan tidak membiarkan pengalamannya (yang sangat banyak) selama berada di Tiongkok, lenyap begitu saja. Buku ini merupakan kumpulan artikel Dahlan Iskan yang telah dimuat dalam harian Jawa Pos yang berisi berbagai pengalaman dan curahan hati sang penulis dalam perjalanannya di Tiongkok.
Namun buku ini bukanlah buku mengenai pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang bersifat sangat akademis. Sebaliknya, Dahlan menuliskan ragam pengalamannya dengan tutur bahasa yang sangat ringan dan mengasyikkan, beberapa artikel bahkan cenderung mengundang senyum dan gelengan kepala.
Sebagai contoh, pada bab-bab awal Dahlan mengungkapkan pengalamannya dalam belajar bahasa Mandarin di Nanchang. Dalam mempelajari bahasa tersulit di dunia ini, Dahlan memilih untuk belajar membaca dan berbicara saja. Biarlah saya tetap tidak bisa menulis, agar di dunia ini ada orang yang disebut “setengah buta huruf” (hal 13), ujar Dahlan dalam kalimat penutup bab Sulitnya Menulis Han Zi.
Ketika menelusuri apa yang dilakukan Dahlan berikutnya, maka kita akan sibuat kagum karena beliau ternyata berhasil “menulis” Han Zi (huruf Tiongkok) dengan menggunakan komputer berprogram bahasa Mandarin. Dahlan juga menceritakan kesannya bagaimana para mahasiswa Tiongkok belajar berbicara bahasa Inggris dengan penuh semangat di taman terbuka di kampus Jiang Xi Normal University sekalipun hujan turun dengan deras disertai dengan suhu yang dapat membuat tubuh menggigil kedinginan.
Tidak hanya itu, buku yang terdiri atas 76 artikel ini mampu membuat setiap pembacanya merasa “berpetualang” ke setiap sudut Tingkok yang diceritakan oleh Dahlan. Kemampuannya dalam bertutur patut diacungkan jempol.
Ketika membaca bab berjudul Maglev, Mahal karena Hanya Delapan Menit, misalnya, saya seolah-olah dapat turut merasakan bagaimana kereta tercepat di dunia yang terletak di Shanghai ini melaju dengan kecepatan mencapai 430 km per jam dengan kecepatannya yang sangat mendebarkan. Dalam catatannya, Dahlan bahkan sempat mengungkapkan bahwa dua orang Jepang yang duduk di depannya, sibuk memfoto top speed kereta, lalu bergantian memotret diri dengan handphone kamera di depan angka itu. Turun dari kereta pun mereka masih sibuk saling memotret di samping Maglev! Maglev hanyalah salah satu cermin majunya infrsatruktur di Tiongkok.
Lebih dari itu, Dahlan juga banyak bertutur mengenai perkara insfrastruktur yang disertai dengan saran-sarannya bagi Indonesia, bahkan ASEAN. Dahlan tidak bermaksud untuk menguraikan kekagumannya tentang Tiongkok secara berlebihan namun beliau ingin agar masyarakat Indonesia belajar dari cara pemerintah Tiongkok membangun masyarakat dan negaranya. Belajar dari semangat masyarakat Tiongkok dalam membangun wilayahnya. Dalam hal ini, mentalitas adalah sebuah hal penting bagi pembangunan. Dahlan mengungkapkan pengalamannya di mana setiap petugas publik yang diberinya ‘tip’, selalu menolak tegas.
Pembangunan demi pembangunan pun berjalan dengan begitu pesat meskipun menimbulkan sisi negatif dalam hal lingkungan hidup, eksploitasi buruh, ketimpangan sosial, dan kondisi perekonomian nasional yang “terlalu panas”. Kecepatan pembangunan Tiongkok dari sudut positif, memang patut dipelajari. Salah satu tujuannya, seperti yang diungkapkan Dahlan Iskan, adalah agar Indonesia mampu membalikkan situasi dari “potensi bahaya menjadi pasarnya Tiongkok” ke situasi “memanfaatkan Tiongkok sebagai lahan ekonomi kita”.
Lebih dari itu, dalam jangka panjang kita berharap agar seluruh bangsa Indonesia dapat menikmati berbagai kemajuan seperti yang dialami Tiongkok. Untuk itu, buku Pelajaran dari Tiongkok ini sangat saya sarankan untuk dibaca oleh siapapun yang ingin belajar dari Tiongkok. Ringan sekaligus menohok "
.( resensi tokobuku171.com )
.( resensi tokobuku171.com )
Terakhir..... menyinggung kata2nya :" ...untuk Posisi seorang Presiden, itu Campur tangan Tuhan luar biasa tingginya....."
Biar Tuhan saja yang menentukan Pak, :)..hehe..saya takut keceplosan lagi...
wah kalau org ini mah sudah ngetop....apa yg dia lakukan selalu bikin orang suka dan inilah contoh orang2 yg kita butuhkan...iya kan mas bro...
BalasHapusgitu ya pak eko......
BalasHapusasal kalo sudah jadi pemimpin, tetep inget rakyat jelata ya ndak apa.....yang kejadian sekarang kan.....pada luPa Diri...krna terlalu Percaya Diri..herhehehehe...